MENCINTAI
“Iiih,
bodoh sekali! Pilih saja dia yang sudah jelas-jelas mencintaimu!”
Teriakan
memaki sang pemeran utama meluncur dari mulutku. Aku sedang menonton sinetron
yang pemeran utamanya bodoh menurutku. Bagaimana dia bisa membiarkan dirinya
terus mencintai laki-laki yang sama sekali tidak menaruh perasaan padanya.
Sedangkan laki-laki yang jelas mencintainya justru diacuhkan. Menurutku itu
adalah tindakan bodoh.
Meski
jengkel setengah mati pada tokoh wanita di sinetron tersebut, tapi aku tetap
saja menontonnya. Aku memang seorang penggila sinetron. Dan baru kali ini aku
begitu gemas melihat kelakuan pemeran utamanya. Membiarkan dirinya terjebak
pada cinta yang tak bersambut. Kenapa tidak memilih yang jelas-jelas rela mati
untuknya? Aku benar-benar jengkel. Ingin sekali aku meneriakinya. Tapi jika itu
kulakukan, apa bedanya aku dengan orang di pinggir jalan sana?
Kuraih
kripik dalam toples. Ini sudah menjadi sesaji yang wajib ada saat aku sedang
menonton sinetron selain tissue. Aku mengunyah kripik itu seirama dengan rasa
gemasku. Sedang asik dengan sinetron ini, suara panggilan masuk berbunyi. Hp-ku
bergetar di atas meja. Setelah kulihat nama yang tertera di layar, dengan malas
aku mengangkatnya.
“Halo..”
Kuucapkan setelah kutelan kripik yang tengah kukunyah.
“Halo,
Ge?”
“Kenapa,
Mi?”
“Kamu
lagi apa, Ge?”
“Nggak
usah basa-basi. Kenapa?” Aku sedang tidak senang sekarang. Karena acara
nontonku jadi terganggu.
“Hehe,.
Aku mau nginep di tempatmu, boleh?”
“Ck,
aku kira kenapa. Dateng aja, aku juga lagi sendirian. Orang tuaku pergi.”
“Hore!!!
Sayang Gea!!” Klik. Mati.
©©©
Sekarang
di sinilah kita. Berbaring berdua di kasur yang sama. Minda, yang biasa
kupanggil Mimi cerita kalau dia sedang bertengkar dengan kakaknya karena
masalah Rio pacarnya yang berbeda agama dengannya. Kakaknya memang tidak setuju
dengan hubungan mereka, tapi Mimi tetap pada pendiriannya. Mimi bilang da
sangat mencintai Rio. Namun, kakaknya yang menjadi satu-satunya keluarga mimi
karena orangtuanya telah meninggal itu tidak setuju. Mimi tidak bisa memilih
salah satu diantara mereka. Dia tidak mau putus dengan Rio. Dia juga tidak mau
menyakiti kakaknya.
Aku
hanya bisa mengucapkan ‘sabar yah’. Mau bilang apa lagi? Aku tidak pandai dalam
urusan percintaan. Maklumlah dalam usiaku yang beranjak tujuh belas tahun ini
aku memang belum pernah pacaran. Bahkan mungkin jatuh cinta. Dan Mimi tahu itu.
Makanya dia tidak meminta saran dariku, dia hanya cerita itu saja. Tapi yang
namanya menjadi orang yang dicurhati, aku merasa bersalah tidak bisa memberi saran
atau solusi untuk masalah temanku paling dekat ini.
Setelah
bercerita, Mimi diam. Aku pun diam. Jadi dalam ruangan tersebut hanya terdengar
suara napas kami. Atmosfer ruangan jadi tak menyenangkan. Aku tidak tahu harus
bicara apa. Dan Mimi juga sepertinya masih menenangkan hatinya agar lebih baik
lagi.
Setelah
menenangkan perasaannya, Mimi mengalihkan pembicaraan. Menghilangkan atmosfer
sedih di tengah-tengah kami. Seperti itulah dia. Dia tidak ingin masalahnya
membuat sedih orang lain. Dia mengalihkan pembicaraan dengan bertanya sinetron
apa yang aku tonton tadi. Mimi pandai sekali mengalihkan perhatian. Dia tahu
kalau sudah menyangkut sinetron aku bisa melupakan apa saja. Segera saja
kuceritakan dengan begitu bersemangat tentang sinetron yang kutonton tadi. Tak
luput juga tentang betapa bodohnya pemeran utama yang tak menghiraukan teman
laki-lakinya yang mencintainya dengan sepenuh hati.
“Wanita
itu tidak bodoh, Ge.”
“Lalu
apa namanya kalau tidak bodoh? Dia menyia-nyiakan seseorang yang begitu mencintainya.
Bagiku, itu tindakan paling bodoh.” Kataku dengan bekobar-kobar semangatku.
“Kau
bisa mengatakan dia bodoh karena mencintai laki-laki yang tidak mencintainya
dan juga mengabaikan laki-laki yang mencintainya, sebab Kau belum merasakan
jatuh cinta, Ge.”
Aku
memandangnya yang ada di sampingku. Aku berpikir. Apa maksudnya? Dengan tenang,
Mimi melanjutkan.
“Mencintai
adalah sebuah kebahagiaan tersendiri yang hanya dimengerti oleh orang yang
merasakannya. Kau harus jatuh cinta dulu untuk merasakan kebahagiaan itu.”
“Tapi,
perhatian dari orang yang mencintai kita akan membuat kita bahagia, Mi.”
“Benar.
Kau akan tahu sendiri jika jatuh cinta nanti.”
Sampai
malam larut aku belum memejamkan mata. Aku terpikir oleh perkataan Mimi. Aku,
hampir 17 tahun hidupku memang belum merasakan jatuh cinta atau dicintai. Aku
sering iri melihat teman-temanku yang begitu dicintai oleh seorang laki-laki.
Yang sampai dikejar-kejar. Bagiku, seseorang yang dicintai sangat teramat
beruntung. Tapi, sampai saat ini belum terpikir olehku tentang mencintai. Ya,
selama ini aku hanya melihat orang yang dicintai, melihat betapa beruntungnya
mereka. Tak pernah sekalipun aku memikirkan tentang orang yang mencintai.
Dan
menurut Mimi, masalahku hanya ‘aku tidak pernah jatuh cinta’. Sungguh ironis
dan patut dikasihani, menurut Mimi. Tiba-tiba, aku ingin sekali merasakan jatuh
cinta dan mencintai. Penasaran perasaanku tentang rasanya mencintai. Tapi, pada
siapa aku harus jatuh cinta? Aku harus memilih pria yang tepat. Besok. Besok
aku akan memulai perjalanan cintaku. Perjalanan menuju kebahagiaan mencintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar