Jumat, 18 Desember 2015

cerbung-MENCINTAI-prolog



MENCINTAI
“Iiih, bodoh sekali! Pilih saja dia yang sudah jelas-jelas mencintaimu!”
Teriakan memaki sang pemeran utama meluncur dari mulutku. Aku sedang menonton sinetron yang pemeran utamanya bodoh menurutku. Bagaimana dia bisa membiarkan dirinya terus mencintai laki-laki yang sama sekali tidak menaruh perasaan padanya. Sedangkan laki-laki yang jelas mencintainya justru diacuhkan. Menurutku itu adalah tindakan bodoh.
Meski jengkel setengah mati pada tokoh wanita di sinetron tersebut, tapi aku tetap saja menontonnya. Aku memang seorang penggila sinetron. Dan baru kali ini aku begitu gemas melihat kelakuan pemeran utamanya. Membiarkan dirinya terjebak pada cinta yang tak bersambut. Kenapa tidak memilih yang jelas-jelas rela mati untuknya? Aku benar-benar jengkel. Ingin sekali aku meneriakinya. Tapi jika itu kulakukan, apa bedanya aku dengan orang di pinggir jalan sana?
Kuraih kripik dalam toples. Ini sudah menjadi sesaji yang wajib ada saat aku sedang menonton sinetron selain tissue. Aku mengunyah kripik itu seirama dengan rasa gemasku. Sedang asik dengan sinetron ini, suara panggilan masuk berbunyi. Hp-ku bergetar di atas meja. Setelah kulihat nama yang tertera di layar, dengan malas aku mengangkatnya.
“Halo..” Kuucapkan setelah kutelan kripik yang tengah kukunyah.
“Halo, Ge?”
“Kenapa, Mi?”
“Kamu lagi apa, Ge?”
“Nggak usah basa-basi. Kenapa?” Aku sedang tidak senang sekarang. Karena acara nontonku jadi terganggu.
“Hehe,. Aku mau nginep di tempatmu, boleh?”
“Ck, aku kira kenapa. Dateng aja, aku juga lagi sendirian. Orang tuaku pergi.”
“Hore!!! Sayang Gea!!” Klik. Mati.
©©©
Sekarang di sinilah kita. Berbaring berdua di kasur yang sama. Minda, yang biasa kupanggil Mimi cerita kalau dia sedang bertengkar dengan kakaknya karena masalah Rio pacarnya yang berbeda agama dengannya. Kakaknya memang tidak setuju dengan hubungan mereka, tapi Mimi tetap pada pendiriannya. Mimi bilang da sangat mencintai Rio. Namun, kakaknya yang menjadi satu-satunya keluarga mimi karena orangtuanya telah meninggal itu tidak setuju. Mimi tidak bisa memilih salah satu diantara mereka. Dia tidak mau putus dengan Rio. Dia juga tidak mau menyakiti kakaknya.
Aku hanya bisa mengucapkan ‘sabar yah’. Mau bilang apa lagi? Aku tidak pandai dalam urusan percintaan. Maklumlah dalam usiaku yang beranjak tujuh belas tahun ini aku memang belum pernah pacaran. Bahkan mungkin jatuh cinta. Dan Mimi tahu itu. Makanya dia tidak meminta saran dariku, dia hanya cerita itu saja. Tapi yang namanya menjadi orang yang dicurhati, aku merasa bersalah tidak bisa memberi saran atau solusi untuk masalah temanku paling dekat ini.
Setelah bercerita, Mimi diam. Aku pun diam. Jadi dalam ruangan tersebut hanya terdengar suara napas kami. Atmosfer ruangan jadi tak menyenangkan. Aku tidak tahu harus bicara apa. Dan Mimi juga sepertinya masih menenangkan hatinya agar lebih baik lagi.
Setelah menenangkan perasaannya, Mimi mengalihkan pembicaraan. Menghilangkan atmosfer sedih di tengah-tengah kami. Seperti itulah dia. Dia tidak ingin masalahnya membuat sedih orang lain. Dia mengalihkan pembicaraan dengan bertanya sinetron apa yang aku tonton tadi. Mimi pandai sekali mengalihkan perhatian. Dia tahu kalau sudah menyangkut sinetron aku bisa melupakan apa saja. Segera saja kuceritakan dengan begitu bersemangat tentang sinetron yang kutonton tadi. Tak luput juga tentang betapa bodohnya pemeran utama yang tak menghiraukan teman laki-lakinya yang mencintainya dengan sepenuh hati.
“Wanita itu tidak bodoh, Ge.”
“Lalu apa namanya kalau tidak bodoh? Dia menyia-nyiakan seseorang yang begitu mencintainya. Bagiku, itu tindakan paling bodoh.” Kataku dengan bekobar-kobar semangatku.
“Kau bisa mengatakan dia bodoh karena mencintai laki-laki yang tidak mencintainya dan juga mengabaikan laki-laki yang mencintainya, sebab Kau belum merasakan jatuh cinta, Ge.”
Aku memandangnya yang ada di sampingku. Aku berpikir. Apa maksudnya? Dengan tenang, Mimi melanjutkan.
“Mencintai adalah sebuah kebahagiaan tersendiri yang hanya dimengerti oleh orang yang merasakannya. Kau harus jatuh cinta dulu untuk merasakan kebahagiaan itu.”
“Tapi, perhatian dari orang yang mencintai kita akan membuat kita bahagia, Mi.”
“Benar. Kau akan tahu sendiri jika jatuh cinta nanti.”
Sampai malam larut aku belum memejamkan mata. Aku terpikir oleh perkataan Mimi. Aku, hampir 17 tahun hidupku memang belum merasakan jatuh cinta atau dicintai. Aku sering iri melihat teman-temanku yang begitu dicintai oleh seorang laki-laki. Yang sampai dikejar-kejar. Bagiku, seseorang yang dicintai sangat teramat beruntung. Tapi, sampai saat ini belum terpikir olehku tentang mencintai. Ya, selama ini aku hanya melihat orang yang dicintai, melihat betapa beruntungnya mereka. Tak pernah sekalipun aku memikirkan tentang orang yang mencintai.
Dan menurut Mimi, masalahku hanya ‘aku tidak pernah jatuh cinta’. Sungguh ironis dan patut dikasihani, menurut Mimi. Tiba-tiba, aku ingin sekali merasakan jatuh cinta dan mencintai. Penasaran perasaanku tentang rasanya mencintai. Tapi, pada siapa aku harus jatuh cinta? Aku harus memilih pria yang tepat. Besok. Besok aku akan memulai perjalanan cintaku. Perjalanan menuju kebahagiaan mencintai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar