Naskah Drama Adopsi
Cerpen SERAGAM Karya Aris Kurniawan
Basuki
Oleh Eva Fitriana S (1400003213)
SERAGAM
Siang
hari cahaya terang secerah mentari siang
itu. Nampak sebuah rumah dengan bagian teras dan ruang tamunya. Di depan pintu
tampak seorang lelaki tengah mengetuk pintu.
A: Assalamu’alaikum! (Sambil
mengetuk pintu)
B: Wa’alaikumsalam. (Sambil
membuka pintu. Terkejut setelah melihat siapa yang datang)
B: Mari masuk! (Setelah
sadar dari keterkejutannya)
A: (Langsung menuju balai
bambu bertikar pandan dan duduk)
B: (Ikut duduk dan diam
sebentar menatap keluar jendela) Kapan Kau kembali? Dimana Kau tinggal
sekarang?
A: Aku tinggal 30 KM
dari sini. Maaf baru mengunjungimu. Sebenarnya, aku sudah pindah ke sini sudah
10 tahun.
B: Jadi, apa yang
membawamu kemari?
A: Kenangan.
B: palsu! Kalau ini
hanya soal kenangan, tidak perlu menunggu 10 tahun setelah keluargamu kembali
dan menetap 30 kilometer saja dari sini.
A: (Tersenyum) Ini soal
kenangan kita di malam itu
Tirai
menutup. Panggung berubah menjadi malam hari. Di rumah yang sama, dengan meja
belajar dan lampu teplok. Seorang anak laki-laki tengah belajar ditemani anak
lelaki yang sebaya di samping meja belajar. Di suut yang lain ada amben dengan
lelaki paruh baya tengah merokok sambil tiduran. Di samping amben ada wanita
paruh baya yang tengah memilin serabut kelapa menjadi tambang.
B: (Menutup bukunya) Sudah.
Sebaiknya kamu pulang saja. Aku mau pergi mencari jangkrik.
A: Aku mau ikut!
B: Jangan! Nanti ayahmu
marah.
C: Kau sebaiknya ijin
dulu sama ayahmu.
A: Aku jamin ayahku tidak akan marah. Nanti biar
aku yang bilang padanya. Biarkan aku ikut!
B: (Saling pandang
dengan ayahnya) Baiklah. (Berjalan keluar rumah)
A: (Mengikuti B)Ttidak
ganti baju? (Melihat B masih mengenakan seragam pramuka)
B: Tanggung! (Menyalakan
obor)
A: (Mengambil alih obor
dan berjalan sejajar dengan B)
Panggung
berganti. Terdapat pepohonan dan sawah.
Ada beberapa orang yang tampak sedang berburu jangkrik juga. Dua orang
anak itu terus mencari jangkrik hingga ke tempat yang sepi. Lighting gelap,
hanya ada cahaya obor di sekitar mereka.
A: Aku dapat! (Sambil
berjongkok dan memegang jangkrik di tangan)
B: Taruh sini! (Menyodorkan
sebuah bumbung)
A: (Meletakkan jangkrik
ke dalam bumbung)
B: (Kembali mencari
jangkrik)
Tiba-tiba
angin bertiup kencang. Suara angin terdengar kencang. Sorot lampu meredup. Api
obor mengenai wajah A.
A: (Mengangkat tinggi-tinggi
pantat obor hingga api berpindah ke punggungnya) Waaa!!!
B: (Menoleh ke A)
Berguling-guling! (Melepas seragam pramukanya)
A: (Berguling-guling)
Suasana berubah
mencekam. Music menjadi bertempo cepat. Lampu hidup mati-hidup mati sampai api
di punggung A padam.
B: (Menghampiri A dan
menyelimutinya dengan seragamnya. Dia mencari-cari orang untuk dimintai bantuan
tetapi tidak ada orang) tenanglah! Aku akan membawamu. (menggendong a di punggungnya)
Panggung
berganti. Terdapat sebuah rumah. Di terasnya ada sepasang suami istri tengah menanti
anaknya. Dari kejauhan terlihat seorang anak tengah tertatih menggendong anak
lain.
D: Kau apakan anakku?
(Mengambil A dari gendongan B dan menyerahkannya pada istrinya)
B: Dia tidak sengaja
terbakar api obor saat mencari jangkrik. (Berucap sambil menunduk karena takut)
E: Siapa yang mengajaknya
mencari jangkrik? (Sambil mendekap A)
D: Pasti Kau yang
mengajaknya! (Dilihatnya luka anaknya) Kau membuatnya terluka sampai seperti
ini?! (Menampar B) Pergi!!
B: (Pergi sambil
memegangi pipinya)
D: Sebaiknya kita bawa
dia ke Pak Mantri. (Pergi bersama istrinya ke arah sebaliknya)
Tirai
menutup. Cahaya menjadi terang kejinggaan. Panggung berubah menjadi pekarangan
belakang rumah dengan sebuah gudang dan beberapa tumpuk bambu. dua orang paruh
baya itu tengah berbincang di dekat gudang.
B: Aku sampai sebulan
di hari Jum’at dan sabtu harus bolos sekolah karena tidak punya seragam
pramuka.
A: Salahmu sendiri,
tidak minta ganti.
B: Mengajakmu saja
sudah sebuah kesalahan. Aku takut ayahmu bertambah marah nantinya. Ayahku tidak
mau mempermasalahkan tamparan ayahmu, apalagi seragam itu. Dia lebih memilih
membelikannya yang baru walaupun harus menunggu beberapa minggu. (Tertawa)
A: (Tertawa)
B: Sebentar lagi tanah
ini akan disidang. (Menghela napas) Kakakku itu, masih sama sifatnya seperi Kau
mengenalnya dulu. Hanya kini, semakin, semakin tua dia semakin tidak tahu diri.
A: Ulahnya?
B: (Mengangguk) kau
tahu, rumah dan tanah yang tidak seberapa luas ini adalah miliki kami paling
berharga. Tapi aku tidak kuasa untuk menolak kemauannya mencari pinjaman modal
usaha dengan mengagungkan semuanya. Aku percaya padanya, peduli padanya. Tapi,
dia tidak memiliki rasa yang sama terhadapku. Dia mengkhianati kepercayaanku. Usahanya
kandas dan kini beban berat ada di pundakku.
A: (Memberikan tepukan
pada pundak B untuk menguatkannya) Sudah sore. Aku pamit dulu.
B: (Mengangguk)
Baiklah. Kami akan bertahan.
Panggung
berganti menjadi sebuah kamar yang cukup rapi. Cahaya terang pada sosok yang
berdiri menghadap penonton dan pada seragam yang berada di sandaran kursi.
A: Kau tidak tahu. Akulah
yang akan mengeksekusi pengosongan lahan rumahmu. (Ujarnya dengan suara parau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar